BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Al-Muwatta’ merupakan salah satu karya paling monumental pada abad pertama generasi ke empat setelah masa Tabi’in, Bahkan kedudukan kitab al-Muwatta’ boleh dibilang dapat kitab yang sangat berguna di dalam khazanah keilmuan hadits Islam. Bahkan Imam syafi’I pernah berkata : “Di dunia ini tidak ada kitab setelah Al-Qur’an yang lebih sahih daripada kitab Malik”.
Untuk lebih spesifiknya kami akan memaparkan segala sesuatu yang berhubungan dengan Muwatta’, mulai dari pengarangnya sampai pendapat-pendapat para ulama’ tentang Muwatta’.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas penulis dapat merumuskan beberapa masalah :
1. Siapakah imam Malik itu?
2. Seperti apakah latar belakang penulisan kitab Muwatta’ itu ?
3. Bagaimana metode penulisan kitab Muwattha itu?
4. Bagaimanakah sistematika penulisan kitab Muwatta’ ?
5. Apa saja pendapat para ulama’ tentang Muwatta’ ?
1.3 Tujuan Penulisan
Sesuai dengan rumusan masalah diatas , maka tujuan penulisannya adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui riwayat hidup imam malik
2. Untuk mengetahui lebih dekat kitab Muwattha
3. Untuk mengetahui metode penulisan kitab Muwattha
4. Untuk mengetahui sistematika kitab Muwattha
5. Untuk mengetahui pendapat-[endapat para ‘Ulama tentang Muwattha
6. Sebagai tuntutan akademik terkait dalam khazanah Tafaqquh Fiddin.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Singkat Imam Malik
Beliau memiliki nama lengkap Abu ‘Abdullah Malik ibn Anas ibn Malik ibn Abi Amir ibn Amr ibn al-Haris ibn Gaiman ibn Husail ibn Amr ibn al-Haris al-Asbahi al-Madani. Kunyah-nya Abu Abdullah, sedang laqab-nya al-Asbahi, al-Madani, al-Faqih, al-Imam Dar al-Hijrah, dan al-Humairi. Dengan melihat nasab Imam Malik, beliau memiliki silsilah yang sampai kepada tabi’in besar (Malik) dan kakek buyut (Abu Amir) seorang sahabat yang selalu mengikuti dalam peperangan pada masa Nabi.
Imam Malik dilahirkan di kota Madinah, dari sepasang suami-istri Anas bin Malik dan Aliyah binti Suraik, bangsa Arab Yaman. Ayah Imam Malik bukan Anas bin Malik sahabat Nabi, tetapi seorang tabi’in yang sangat minim sekali informasinya. Ayah Imam Malik tinggal di suatu tempat bernama Zulmarwah, nama suatu tempat di padang pasir sebelah utara Madinah dan bekerja sebagai pembuat panah . Sedang kakeknya, memiliki kunyah Abu Anas adalah tabi’in besar yang banyak meriwayatkan hadis dari Umar, Talhah, Aisyah, Abu Hurairah dan Hasan bin Abi Sabit; termasuk penulis mushaf Utsmani serta termasuk orang yang mengikuti penaklukan Afrika pada masa khalifah Utsman.
Terkait tahun kelahirannya, terdapat perbedaan pendapat di kalangan para sejarawan. Ada yang menyatakan 90 H, 93 H, 94 H dan adapula yang menyatakan 97 H. Tetapi mayoritas sejarawan lebih cenderung menyatakan beliau lahir tahun 93 H pada masa Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik ibn Marwan dan meninggal tahun 179 H. Imam Malik menikah dengan seorang hamba yang melahirkan 3 anak laki-laki (Muhammad, Hammad dan Yahya) dan seorang anak perempuan (Fatimah yang mendapat julukan Umm al-Mu’minin). Menurut Abu Umar, Fatimah temasuk di antara anak-anaknya yang dengan tekun mempelajari dan hafal dengan baik Kitab al-Muwatta’.
Sebagaimana tahun kelahirannya, ada beberapa versi tentang waktu meninggalnya Imam Malik. Ada yang berpendapat tanggal 11, 12, 13, 14 bulan Rajab 179 H dan ada yang berpendapat 12 Rabi’ul Awwal 179 H. Di antara pandangan yang paling banyak diikuti adalah pendapat Qadi Abu Fadl Iyad yang menyatakan bahwa Imam Malik meninggal pada hari Ahad 12 Rabi’ul Awwal 179 H dalam usia 87 tahun, setelah satu bulan menderita sakit. Beliau dikebumikan di kuburan Baqi’. Beliau berwasiat untuk dikafani dengan pakaianya yang putih dan dishalatkan di tempat beliau wafat [ ]. Dengan meninggalnya Imam Malik, berkurang satu tokoh dan ulama besar Madinah pada saat itu sampai sekarang.
B. Latar Belakang Penyusunan Kitab Muwatta’
Ada beberapa versi yang mengemuka mengenai latar belakang penyusunan al-Muwatta’adalah adanya problem politik dan sosial keagamaan-lah yang melatarbelakangi penyusunan al-Muwatta’. Kondisi politik yang penuh konflik pada masa transisi Daulah Umayyah-Abasiyyah yang melahirkan tiga kelompok besar (Khawarij, Syi’ah-Keluarga Istana) yang mengancam integritas kaum Muslim. Di samping kondisi sosial keagamaan yang berkembang penuh nuansa perbedaan. Perbedaan-perbedaan pemikiran yang berkembang (khususnya dalam bidang hukum) yang berangkat dari perbedaan metode nash di satu sisi dan rasio di sisi yang lain, telah melahirkan pluratis yang penuh konflik [ ].
Versi yang lain menyatakan penulisan al-Muwatta’ dikarenakan adanya permintaan Khalifah Ja’far al-Mansur atas usulan Muhammad ibn al-Muqaffa’ yang sangat prihatin terhadap perbedaan fatwa dan pertentangan yang berkembang saat itu, dan mengusulkan kepada Khalifah untuk menyusun undang-undang yang menjadi penengah dan bisa diterima semua pihak. Khalifah Ja’far lalu meminta Imam Malik menyusun Kitab hukum sebagai Kitab standar bagi seluruh wilayah Islam. Imam Malik menerima usulan tersebut, namun ia keberatan menjadikannya sebagai kitab standar atau kitab resmi negara.
Sementara versi yang lain, di samping terinisiasi oleh usulan Khalifah Ja’far al-Mansur, sebenarnya Imam Malik sendiri memiliki keinginan kuat untuk menyusun kitab yang dapat memudahkan umat Islam memahami agama[ ]
C. Metode Penyusunan dan Klasifikasi Kitab Al-Muwatha’
Secara khusus, tidak ada pernyataan yang tegas tentang metode yang di pakai Imam Malik dalam menghimpun kitab al-Muwatha’. Namun sacara umum dengan melihat penjelasan dan cara pembukuan yang di lakukan oleh Imam Malik dalam kitabnya, metode yang di pakai adalah metode pembukuan hadits berdasarkan klasifikasi hukum Islam (fiqih) pada bab per bab (tabwib) dengan mencantumkan hadis-hadis yang bersumber langsung dari Nabi saw, yang disebut dengan Marfu’ dan yang besumber dari sahabat Nabi saw, yang di sebut dengan Mauquf ataupun yang berasal dari tabi’in, yang disebut Maqthu’. Imam Malik juga menggunakan tahapan-tahapan, yang berupa; a) penyeleksian terhadap hadis-hadis yang di sandarkan kepada Nabi.saw. b) atsar atau fatwa sahabat. c) fatwa tabi’in. d) ijma’ ahli Madinah dan e) pendapat Imam Malik sendiri[ ].
Meskipun sebenarnya kelima tahapan tersebut tidak selalu muncul besamaan dan digunakan dalam setiap pembahasan dan urutan pembahasannya, beliau imam Malik mendahulukan penulusuran dari hadits Nabi saw. yang telah diseleksi sebagai acuan pertama yang dipakai Imam Malik, sedangkan tahapan kedua dan seterusnya dijelaskan Imam Malik tatkala Ia merasa perlu untuk dijelaskan.
Dalam penyeleksian suatu hadis, ada empat kriteria yang dikemukakan Imam Malik dalam mengkritisi periwayatan hadits, keempat kriteria tersebut adalah; a) periwayat bukan orang yang berperilaku jelek. b) periwayat bukan ahli bid’ah c) periwayat bukan orang yang suka berdusta dalam hadits d) periwayat bukan orang yang tahu ilmu, tetapi tidak mengamalkannya[ ].
D. Sistematika Penulisan
Imam Malik dalam mengklasifiksi hadist-hadits yang terdapat dalam al-Muwatha’ berdasarkan pada sistematika yang dipakai dalam kitab Fiqih, yaitu dengan klasifikasi hadits sesuai dengan hukum Fiqih. Dalam Kitab riwayat Syekh Yahya bin yahya bin Katsir al-Laytsi al-Andalusi al-Qutrhubi(243 H), kitab ini terdiri dari dua juz, 61 bab, dan 1824 hadits. Kitab al-Muwatha’ mayoritas berisi tentang fiqih, ada pula tentang tauhid, akhlaq, dan al-Quran dengan perincian sebagai berikut;
1. Fiqih, di bagi lagi kedalam beberapa bagian; yaitu fiqih ibadah, muamalah, munakahat, mawarits dan fiqih perbudakan
a. Fiqih ibadah, yang termasuk fiqih ibadah adalah sebagai berikut;
No. Fiqih Ibadah Jumlah bab Jumah hadits
01 Kitabu Auqati al-shalah 8 bab 30 hadits
02 Kitabu al-Thaharah 32 bab 115 hadits
03 Kitabu al-Shalat 18 bab 70 hadits
04 Kitabu al-Sahw fi al-Shalah 1 bab 3 hadits
05 Kitabu Shalat al-Jum’at 9 bab 21 hadits
06 Kitabu al-Shalati fi Ramadlan 2 bab 7 hadits
07 Kitabu Shalat al-Lail 5 bab 33 hadits
08 Kitabu Shalat al-Jama’ah 10 bab 38 hadits
09 Kitabu Qashri al-Shalatfi al-safar 25 bab 95 hadits
10 Kitabu Shalat al-‘idain 7 bab 13 hadits
11 Kitabu Shalati al-khauf 1 bab 4 hadits
12 Kitabu shalati khusufi al-syamsi wa kusufi al-qamar 2 bab 4 hadits
13 Kitabu Shalat al-istisqa’ 3 bab 6 hadits
14 Kitabu istibali al-qiblah 6 bab 15 hadits
15 Kitabu al-Janaiz 16 bab 55 hadits
16 Kitabu al-zakat 19 bab 60 hadits
17 Kitabu al-shiyam 21 bab 16 hadits
18 Kitabu al-I’tikaf 6 bab 255 hadits
19 Kitabu al-haj 83 bab 15 hadits
20 Kitabu al-Jihad 21 bab 50 hadits
21 Kitabu al-Nudzur wal Iman 9 bab 13 hadits
22 Kitabu al-dhihaya 6 bab 19 hadits
23 Kitabu al-Dzabaih 4 bab 19 hadits
24 Kitabu al-Shoydu 7 bab 7 hadits
25 Kiabu Al-‘Aqiqoh 2 bab 26 hadits
b. Fiqih muamalah, yang termasuk fiqih muamalah adalah sebagai berikut;
No. Fiqih Muamalah Jumlah bab Jumah hadits
01 Kitabu al-Buyu’ 46 bab 101 hadits
02 Kitabu al-Qiradh 15 bab 16 hadits
03 Kitabu al-Musaqat 2 bab 3 hadits
04 Kitabu kira’I al-ardl 1 bab 5 hadits
05 Kitab al-Faraidh 1 bab
c. Fiqih munakahat, yang termasuk bagian ini adalah sebagai berikut;
No. Fiqih Munakahat Jumlah bab Jumah hadits
01 Kitabu al-Nikah 22 bab 58 hadits
02 Kitabu al-Thalaq 35 bab 109 hadits
03 Kitabu al-Radha’ 3 bab 17 hadits
04 Kitabu al- Syuf’ah 2 bab
d. Fiqih mawarits, yang termasuk dalan bagian ini adalah;
No. Fiqih Mawarits Jumlah bab Jumah hadits
01 Kitabu al-Wasiat 10 bab 9 hadits
02 Kitabu al-Faraid 15 bab 16 hadits
03 Kitabu al-Qasamah 5 bab 2 hadits
e. Fiqh perbudakan, yang termasuk bagian ini adalah;
No. Fiqih perbudakan Jumlah bab Jumah hadits
01 Kitabu al-Itqi wa al-Wala’ 13 bab 25 hadits
02 Kitabu al-Mukatab 13 bab 15 hadits
03 Kitabu al-Mudabbar 7 bab 8 hadits
f. Fiqh Jinayat(Pidana), yang termasuk bagian ini adalah:
No. Fiqh Pidana Jumlah Bab Jumlah Hadits
01 Kitabu al-Hudud 11 Bab 37 Hadits
02 Kitabu al- asyrobah 5 Bab 15 Hadits
03 Kitabu al- “uqul 24 Bab 41 Hadits
04 Kitabu al-Qasamah 5 Bab 1 Hadits
2. Tauhid, yang termauk kedalam bagian tauhid adalah;
No. Tauhid Jumlah bab Jumah hadits
01 Kitabu al-Qadar 2 bab 10 hadits
02 Kitabu Jahannam 1 bab 2 hadits
03 Kitabu da’wati al-madhlum 1 bab 1 hadits
04 Kitabu al-Nuzur wa al-Aiman 9 bab 17 hadits
3. Akhlaq, yang termasuk bagian akhlaq adalah;
No. Akhlaq Jumlah bab Jumah hadits
01 Kitabu husnu al-khuluq 4 bab 18 hadits
02 Kitabu al-Libas 8 bab 19 hadits
03 Kitabu al-Ain 7 bab 18 hadits
04 Kitabu al-sya’ri 5 bab 17 hadits
05 Kitabu al-Ru’ya 2 bab 7 hadits
06 Kitabu al-salam 3 bab 8 hadits
07 Kitabu al-Isti’zan 17 bab 44 hadits
08 Kitabu al-Kalam 12 bab 27 hadits
4. Al-Qur’an, yang termasuk dalam bagian ini adalah;
No. Al-Qur’an Jumlah bab Jumah hadits
01 Kitabu Al-Qur’an 10 bab
10
49 hadits
5. Sirah dan sifat-sifat Nabi saw. yang termasuk bagian ini adalah;
No. Sirah dan sifat-sifat Nabi saw. Jumlah bab Jumah hadits
01 Kitabu Sifat al-Nabi saw 13 bab 39 hadits
02 Kitabu asma’i al-Nabi saw. 1 bab 1 hadits
E. Komentar Ulama’ dan kritik terhadap kitab al-Muwatha, kualitas haditsnya
Meskipun Imam Malik telah berupaya seselektif mungkin dalam menyaring hadits-hadits yang diterima untuk dihimpun, tetapi para Muhadditsin (Ulama’ hadits) berbeda pendapat dalam memberikan komentar dan penilaian terhadap al-Muwatha’ dan kualiatas hadits-haditsnya:
a) Sufyan bin Uyainah dan Al-Suyuti menyatakan, seluruh hadits yang diriwayatkan Imam Malik adalah shahih, karena diriwayatkan oleh orang-orang yang terpercaya.
b) Abu Bakar al-Abhari berpendapat, bahwa tidak semua hadits dalam al-Muwatta’ shahih, terdapat 222 hadits Mursal, 623 hadits Mauquf dan 285 hadits Maqtu’.
c) Ibnu Hajar al-Asqalani menyatakan bahwa hadits-hadits yang termuat dalam Al-Muwatta’ adalah shahih menurur Imam Malik dan pengikutnya.
d) Ibnu Hazm dalam penilaiannya yang termaktub dalam maratib al-diniyah, ada 500 hadits Musnad, 300 hadits Mursal dan 70 hadits dhaif yang ditinggalkan Imam Malik. Sedangkan menurut Ibnu Hajar didalamnya ada hadits yang Mursal dan Munqati.
e) Al-Ghafiqi berpendapat dalam Al-Muwatta’ ada 27 hadits Mursal dan 15 hadits Mauquf.
f) Hasbi As-shiddiqi menyatakan dalam Al- Muwatta’ ada hadits yang shahih, hasan dan dhaif[ ]
Selain penilaian Ulama’ tentang kualitas hadits al-Muwathaa, ada pula ulama’ yang memberikan komentar terhadap kitab al-Muwatha’, yang di antaranya adalah; a) Al-Syafi’i berkata bahwa di dunia ini tidak ada kitab setelah al-Quran yang lebih shahih dari pada kitab al-Muwatha’ Imam Malik. Sedangkan orang-orang Hijaz membernya gelar “ Sayyidi Fuqahal Hijz”. b) Al-Hafidz al-Muglatayi al-Hanafi berkata, buah karya Imam Malik adalah kitab shahih yang pertama kali. c) Waliyullah al-Dahlawi berkata al-Muwatha’ aladah kitab yang paling shahih, masyhur dan paling terdahulu pengumpulannya. d) Abdurrahman bin Waqid berkata, tidak ada seorang pun di muka bumi ini yang seperti Imam Malik. e) Imam Yahya bin Sa’id al Qahthan dan Yahya bin Ma’in memberi beliau gelar “Amirul Mu’minin Fil Hadits.” Sementara Ibnu Wahb berkata, Kalau bukan karena (perantara) Imam Malik dan al-Laih niscaya kita akan sesat. Sehingga kitab ini tetap di jadikan sebagai pegangan umat Islam dalam menjadikannya sebagai rujukan suatu permaslahan.
Tanpa mengurangi rasa hormat kepada beliau Imam Malik, terkait hadits-hadits yang terdapat di dalam al-muwattha sekilas banyak yang tidak bersambung sanadnya bahkan ada yang terputus, sehingga hal ini acapkali menimbulkan kritikan dan keraguan dalam melihat kepastian suatu hukum, dan di ragukan ke shahihannya, sebab untuk mencapai tingkatan hadits shahih di butuhkan kejelasan dalam periwayatan hadits dan kebersambungan sanadnya. Dan juga tidak kalah pentingnya yakni dalam al-Muwatha’ ini untuk di perhatikan adalah Matan hadits, sebab ada kalanya Matan hadits di tambah dan di kurangi, jika suatu hadits di tambah atau di kurangi, maka akan mengurangi terhadap keotentikan haditsnya bahkan oleh sebagian Ulama’ di anggap hadits dlaif, yang kedudukannya sangat lemah dalam kehujjahan hukum. Sanad dan matan merupakan hal utama yang harus di perhatikan dalam penelitian suatu hadits dan dalam menjadikannya sebagai sumber hukum.
Posisi kitab al-Muwatha’ dalam sumber-sumber ilmu hadits juga terdapat perbedaan pendapat di kalangan ahli hadits, ada yang mengatakan bahwa, al-Muwatha’ merupakan salah satu kutubu al-tis’ah (kitab yang sembilan), ada pula yang mengatakan bahwa, al-Muwatha’, bukanlah semata-mata kitab hadits, tetapi merupakan kumpulan kitab hadits yang pengumpulannya berdasarkan hukum Fiqih. dan sebagai pengganti adalah Sunan al-Darimi.
F. Syarah Kitab al-Muwatha’.
Kitab al-Muwatha’ di syarahi oleh beberapa ulama’ yang di antaranya adalah;
1. al-Tamhid lima fi al-muwatha’ min al-Ma’ani wa al-Asanid yang di karang oleh Abu Umar bin Abdil Bar al-Namri al-Qurthubi (w. 463 H.)
2. al-Istizkar fi Syarh Mazahib Ulama’ al-Amsar karya Ibn Abdil Bar (w. 463 H)
3. Kasyf al-Mugti fi Syarh al-Muwatha’ karya Jalaluddin al-Suyuti (w.911 H)
4. Tanwirul Hawalik, karya Jalaluddin al-Suyuti (w.911 H)
5. Syarh al-Ta’liq al-Mumajjad ala Muwatha’ Imam Muhamad yang disusun oleh al-Haki Ibn Muhamad al-Laknawi al-Hindi.
6. al-Muntaqa, karya Abu Walid al-Bajdi (w. 474 H)
7. al-Maswa, karya al-Dahlawi al-Hanafi (w. 1176 H)
8. Syarh al-Zarqani, karya al-Zarqani al-Misri al-Maliki (w. 1014 H)
9.
BAB III
KHOTIMAH
Dari pemaparan di atas dapat kami simpulkan bahwa kitab al-Muwatta’ adalah merupakan salah satu karya paling monumental yang dikarang oleh Abu Abdullah Malik ibn Anas ibn Malik ibn Abi Amir ibn Amr ibn al-Haris ibn Gaiman ibn Husail ibn Amr ibn al-Haris al-Asbahi al-Madani atau yang lebih dikenal sebagai Imam malik.
Selanjutnya kitab ini merupakan kitab hadits yang bersistematika Fiqh yang terdiri dari 2 juz, 61 kitab (bab) dan 1824 hadits dan juga bermetode tawabib( Bab per Bab).
MARAJI’
Kitab al-Muwattha Imam Malik riwayat Syekh yahya bin Yahya bin Katsir al-Laytsi al-Andalusi al-Qurthubi, Dar el-Fikr, cetakan 2002
A’zami, M. Musthafa, 1996, Metodologi Kritik Hadits, terjemah A. Yamin, Bandung; Pustaka Hidayah. Hal. 131-133
Muqaddimah al-Muwatha’, Bairut; Lebanon, hal. 5-10 dan Kumpulan Jurnal Study Kitab Hadits, Penulis Dosen Tafsir Hadits fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakata, 2003, Yogyakata; TERAS press, hal. 2-6
Coulson, Noel J. Hukum Islam dalam Perspektif Sejarah, Terj. Hamid Ahmad, Jakarta: P3M, 1987, hlm. 59
Kumpulan Jurnal Study Kitab Hadits, Penulis Dosen Tafsir Hadits fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakata, 2003, Yogyakata; TERAS press, hal 7, 13, dan 14.